Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Pon, 2 Februari 2018/ 17 Jumadil Awwal 1439 | Serambi Paguyuban | bagian kedua
Setetelah bulan lalu Kalijagan kedatangan kekasih Allah yang bernama Edy. Pada bulan ini, Kalijagan dirawuhi oleh kekasih Allah yang mengaku diri dengan nama Maiyah. Seorang bapak tua dengan penampilan yang kumal itu ikut berkumpul bersama kami, yang awalnya hanya meminta api untuk menyalakan rokok yang bisa dibilang tegesan. Barulah setelah itu Mas Nadhif Alawi berbicara memantik jamaah dengan tema Serambi Paguyuban.
Sebelum Mas Nadhif berbicara, hujan sempat berhenti sejenak ketika bapak Maiyah itu menghampiri. Kami tidak tahu asal muasal bapak Maiyah darimana, karena beliau langsung merapatkan diri bersama jamaah lainnya. Meski begitu, kami tidak merasa risau, tidak merasa curiga, karena di Maiyah adalah ruang bagi siapa saja yang ingin merasakan cinta dan kasih sayang Allah dan nabi Muhammad. Di Maiyah juga, tidak penting siapa dirimu, dari mana asalmu, apalagi apa agamamu. Selama engkau di Maiyah, kami akan menganggapmu sebagai muslim, sebab engkau bisa menjaga keselamatan satu sama lain. Kami akan menganggapmu sebagai mukmin, sebab engkau bisa mengamankan harkat martabat, harta benda satu sama lain.
Dalam pemaparannya, Mas Nadhif menjelaskan guyub dalam KBBI yang memiliki arti rukun. Namun anehnya kalau kata guyub itu bersanding dengan kata rukun, semisal guyub rukun yang akan memiliki makna rukun rukun, sehingga wagu untuk diterima. Begitulah Maiyah, tidak serta merta kita menerima sesuatu informasi tanpa adanya kritik di dalam diri sendiri. Kemudian Mas Nadhif mengajak jamaah untuk mengingat masa kecilnya masing masing. “Guyub itu soal roso, roso bareng-bareng. Guyub itu kebersamaan tanpa pamrih.” Paparnya.
Dahulu ketika Mas Nadhif masih kanak-kanak, beliau masih merasakan guyub dalam berbagai macam peristiwa. Seperti ketika ada orang meninggal, tanpa dimintai pertolongan dari pihak keluarga untuk mengurus memandikan, mengkafani, gali kubur, pasang tenda, bikin peti jenazah, masyarakat sekitar sudah tahu diri untuk melaksanakan hal-hal tersebut. Ketika ada tetangga yang membangun rumah, tanpa diundang untuk ikut membantu, masyarakat sekitar datang dengan sendirinya untuk membantu. Ketika ada kerja bakti hendak memperingati hari-hari besar, masyarakat masih tanggap dan siap tanpa aba-aba untuk nyengkuyung bareng dan guyub melakukannya.
Sementara di zaman now, hal-hal tersebut sudah mulai luntur. Masyarakat lebih memilih urunan, kemudian dicarikan tukang untuk membereskan pekerjaan kampungnya. Orang yang membangun rumah lebih memilih mencarikan tukang bangunan untuk menyelesaikan pembangunan rumahnya, karena masyarakat sekitar sudah sibuk dengan pekerjaan dan kehidupannya masing-masing. Begitu pun halnya dengan kematian seseorang. Namun hal itu hanya berlaku di wilayah perkotaan, sementara di desa masih setia pada hal-hal yang merujuk pada guyub.
“Paguyuban mestinya mulai kita kembangkan kembali, sebagaimana orang berkumpul seperti Maiyah ini, tidak lagi didasari karena motivasi, tujuan tertentu. Wes pokoke kumpul wae. Maiyahan karena sama-sama ingin belajar, karena mencintai Rosul, ingin sholawatan disini, luar biasa.” Lanjutnya. Kemudian beliau menjelaskan mengenai syafaat yang sangat perlu kita andalkan, sebagai umatnya nabi Muhammad.
Sebelum beliau menutup pembicaraannya, beliau mengajak semua jamaah untuk menggelorakan gerakan berbuat baik tanpa pamrih di tengah gempuran perbuatan dan gerakan yang matrealistik, apa-apa diukur dengan materi. Hingga akhirnya micropon di kembalikan kepada moderator, Mas Erdi. Bersamaan itu, Gus Muhammad Aniq yang jauh-jauh dari Semarang, dengan keadaan hujan yang kembali deres, hadir membersamai jama’ah. [HBA/ Redaksi Kalijagan.com]