Sudah dua kali pertemuan ini saya absen di Kalijagan. Saya yang diberi tugas langsung oleh Tuhan, harus total menjaga Ibu. Ibu yang sedang terbaring lemah dengan sakitnya tak mungkin saya tinggal kesana kemari. Kebetulan juga ini adalah saat-saat sibuknya kegiatan sekolah, karena dua bulan lagi UN. Bersama Bapak, saya mendampingi Ibu, selalu ada untuk Ibu. Bagaimana sakitnya Ibu tak mungkin saya tahu, karena Ibu belum bisa berucap. Tapi juga saya rasakan bahwa itu sangat sakit, ketika Ibu menitikkan air mata.
Sebelumnya Ibu punya hipertensi, sudah rutin kontrol dan tensinya juga sudah menurun. Tapi entah mengapa, Jum’at, 29 Desember 2017 sekitar jam 4 sore Ibu terjatuh di kamar mandi. Suara Ibu seperti mau menjerit tapi dibungkam, saat saya datang Ibu sudah tergeletak di atas lantai. Sudah hampir satu setengah bulan ini Ibu terbaring di atas kasur, dua minggu yang lalu dibawa pulang untuk rawat jalan. Selama dua minggu ini juga rutin kontrol. Meskipun kita tahu untuk kontrol itu sangat merepotkan. Kalau membopong dan membawa Ibu kesana kemari memang tidak merepotkan, tetapi administrasi dari pendaftaran sampai pengambilan obat bisa hampir seharian di RS. Belum lagi misal ada surat yang dibutuhkan tertinggal, ini yang saya alami kemarin. Mungkin bisa dikatakan lebih repot dari seorang artis yang merangkap jadi pejabat.
Pernah kemarin ketika Ibu masih dirawat di RSUD, adik saya yang sangat ingin melihat keadaan ibunya tak diperbolehkan masuk. Memang usianya belum 14 tahun, sempat kecewa, kemudian minta tolong kepada security untuk diijinkan masuk walaupun sebentar saja tetap tak dibolehkan, sungguh sikap yang sangat taat kepada aturan. Membawa air mineral gelas dengan kardusnya saja tak dibolehkan, merepotkan. Pintu masuk ruangan yang selalu dikunci sangat memberatkan bagi penunggu pasien, makanya tidak heran jika banyak penunggu pasien asam lambungnya naik bahkan langsung terkena sakit magh, karena tidak bisa leluasa keluar masuk sekalipun membawa kartu penunggu.
Belum lagi tempat parkir yang sangat terbuka bagaikan padang savana. Tidak terlalu berpengaruh bila cuaca cerah, tapi coba saat hujan. Hati yang panas dengan peraturan akan langsung didinginkan oleh helm yang basah. Peraturan dan fasilitas yang seperti itu memang banyak diresahkan masyarakat.
Saya tetap bermaiyah, jadi ketika saya yang terkadang bosan dengan suasana sumpek ruangan ditambah sikap perawat yang terkadang kurang ramah, menghibur diri dengan keluar dari ruangan sebentar. Saya biasa duduk-duduk di tempat yang disediakan untuk istirahat penunggu. Disitulah kadang saya mengajak ngobrol orang-orang, siapa yang ditunggunya, sakit apa, ya saling bercerita rasa. Yang paling mengesankan adalah ketika ada dua orang bapak paruh baya yang sedang mengobrol, obrolan mereka terdengar jelas karena berada tak jauh dari saya. Dalam obrolan, mereka seperti orang bermaiyah.
Obrolan mereka membahas tentang bagaimana ikhlas ketika sakit. “Lha yo wong dike’i loro kok do nggresah. Montor wae nak ra diganti onderdil e bakal suloyo kok. Opo maneh menungso. Ngono kok do nggresah”, kata salah satu bapak itu. Bapak yang lainnya membenarkan apa yang dikatakan, dan menambahkan untuk banyak ikhlas ketika sedang sakit. Mereka juga membahas tentang bagaimana sholat bisa khusu’ bila terus berbohong, apalagi membohongi diri sendiri. Kemudian saya dekati, saya ajak kenalan mereka, ternyata sedang menunggu orang sakit pasca kecelakaan. Tak lama setelah itu mereka pergi.
Memang banyak di antara kita kerap mengeluh ketika sedang sakit, menganggap sakit adalah kutukan. Tapi bagaimana jika sakit itu adalah ketika Tuhan memperbaiki jasmani kita? ketika Tuhan menguatkan rohani kita? ketika Tuhan ingin keluarga lebih perhatian dengan kita? ketika Tuhan ingin lebih mesra dengan kita? Jangan anggap yang terlihat sehat itu tidak sakit, yang terlihat sehat sebenarnya juga sakit, cuma yang terlihat sehat terkadang tidak tahu kalau dia sakit. Ya Allah, mohon sembuhkan. Ya Allah, mohon tabahkan hatinya. Ya Allah, mohon besarkan hati keluarganya.