Mukaddimah Maiyah Kalijagan edisi 4 Mei 2018
Ada dua calon pemimpin, si G dan si S, keduanya saling mencitrakan kebaikannya masing-masing. Selain itu si G juga bekerja melumpuhkan si S, dengan cara membuka aib si S, begitu pun sebaliknya. Hingga akhirnya si G memenangkan pemilihan dengan cara ngasorake si S. Sementara dahulu Sunan Kalijaga sudah mengingatkan kita agar dalam konstelasi apapun, senantiasa untuk mengedepankan nyengkuyung bersama, bukan saling menjatuhkan, apalagi saling ngasorake.
Hari ini, kita dijumpai menang (tanpa) ngasorake tidak dalam wilayah politik saja. Di wilayah perdagangan, satu warung akan mencela warung lainnya agar warungnya laris. Di wilayah agama, ustadz ormas satu menghina kiai ormas lainnya. Serta kemenangan-kemenangan dengan cara ngasorake lainnya di wilayah-wilayah lainnya.
Lalu sebenarnya bagaimana “menang tanpa ngasorake” yang dimaksudkan Kanjeng Sunan Kalijaga. Atau jangan-jangan kita tidak paham arti dari “menang” sebenarnya? Lalu buat apa kita tiap hari lima waktu mengumandangkan “mari menuju kemenangan”/ “hayya ala al falah”?
Kalau menang itu berhubungan dengan peperangan/pertarungan, maka perang terbesar adalah menang terhadap nafsu sendiri, yang pernah disampaikan Rasulullah seusai perang badar. Atau kita mesti menjadi orang yang meraih kemenangan idul fitri, setelah sebulan didadar di bulan ramadlan. Menjadi fitri kembali, adalah kemenangan tanpa ngasorake yang sebenarnya?
Mengenai itu, mari kita menuju menang/al falah, tanpa ada diantara kita yang akan dihinakan, diasorake. Di jum’at malam, 4 Mei 2018, pukul 20.00 WIB dalam majlis maiyah Kalijagan di Universitas Sultan Fatah (Unisfat). Hayya ‘Ala Falah. “Menang Tanpa Ngasorake” akan menjadi sinau bareng kita. [HBA/Redaksi Kalijagan.com]