Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Wage, 4 Mei 2018/ 18 Sya’ban 1439 | Menang Tanpa Ngasorake | bagian ketiga
Beberapa detik terjadi suasana hening diantara jamaah ketika kang Ahyar mempersilahkan kepada jamaah untuk memegang pengeras suara. Sementara itu, tak ada yang mau menyambut gayung yang sudah dilempar ke kolam Kalijagan. Ternyata lebih dari hitungan detik, tepatnya sekitar satu hingga tiga menit, Afif Luthfi memulai urun suara dan pemaparan mengenai tema.
“Menurut Prof. Adi Heru, ketika Majapahit runtuh, sebenarnya tidak disebabkan oleh penyerangan dari Demak. Meski sebenarnya ada inisiatif untuk menaklukan Majapahit dengan cara perang. Hanya saja waktu itu, Sunan Kalijaga yang memiliki akses dan kedekatan jaringan dengan Majapahit, berangkat terlebih dahulu, menemui Brawijaya IV. Atas diplomasi tersebut, Demak sudah memenangkan misinya tanpa harus merendahkan Majapahit. Demak menang dan martabat Majapahit tetap ada.”
Setelah itu kang Nasir, penggiat Gambang Syafaat, memberi kejutan atas kerawuhannya. Melihat kedatangannya, kang Ahyar mempersilahkannya ke depan, lalu diminta mengilmui para JM Kalijagan. Pertama yang disampaikannya menang tanpa ngasorake adalah suatu pandangan dari Raden Mas Panji (RMP) Sosrokartono, kakak dari RA. Kartini dan sarjana di Nusantara. RMP Sosrokartono menyarikan nilai-nilai orang jawa dalam empat hal, yakni: ngelurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake, sekti tanpo aji dan sugih tanpo bondho.
Kedua, bahwa nilai-nilai jawa yang terkadang nyangkut di bak truk selaras dengan nilai-nilai Islam, semisal “Gusti mboten sare” itu sesuai dengan ayat kursi. Artinya, jauh sebelum Islam hadir di tanah jawa, tauhid keislaman orang jawa sudah ada, hanya saja butuh sedikit penyempurnaan saja. Maka tatkala Islam masuk ke tanah Jawa, tidak memiliki halangan yang berat, tidak membutuhkan peperangan fisik. Sehingga Islam menang di tanah Jawa adalah suatu kemenangan tanpa ngasorake lainnya.
Kang Hajir juga menambahkan kisah menang tanpa ngasorake dari zaman Rasulallah. Hindun binti Utbah yang pernah memakan hati jenazah Hamzah, paman Rasulallah disaat perang Uhud, dimaafkan Kanjeng Nabi ketika fathul makkah. Meski memiliki masa lalu dengan pamannya, Rasulullah memaafkan Hindun dengan lapang dada. Padahal kalau Kanjeng Nabi mau, beliau bisa membalaskan dendam kekejaman Hindun di masa lalu. Namun kemenangan sejati, bukanlah dengan ngasorke lainnya, membalas dendam dan sejenisnya. Hal itulah yang membuat Hindun masuk Islam. Islam mengajarkan menang tanpa ngasorake. Bahkan menurut Kang Hajir, menang tanpa ngasorake adalah sunnah rasul yang perlu kita kerjakan dimanapun.
Selain itu, beliau juga menceritakan kisah ketika Ali bin Abi Thalib dalam keadaan akan membunuh musuh ia diludahi musuhnya. Akan tetapi Ali mengurungkan niat membunuhnya, karena ia mempertimbangkan atas dasar membela agama atau jangan-jangan karena nafsu amarahnya. Apakah hal itu kita pertimbangkan ketika bertarung dalam hal apapun?
Kang Hajir juga menambahkan bahwa untuk memenangkan konstelasi ada cara lain tanpa kompetisi maupun pertarungan. Misalkan untuk menang dengan kampung/ desa lain, kita hanya perlu merangkul kampung/ desa lain itu. Maksudnya, jika seseorang berjuang dalam kemenangan besar, maka ia harus mengesampingkan peperangan kecil. Kita tetap harus menghormati orang lain—yang kita anggap musuh, dengan cara tidak melakukan hal yang sama yang dilakukan musuh. Misalnya, musuh membencimu, engkau harus mencintainya. Sebab yang paling harus diperangi adalah nafsu dan keinginanmu sendiri. Itulah kemenangan besar kita.
Selanjutnya Penyair Kalijagan, mas Yanto Saja memberi jeda berpikir dengan membacakan puisi. Menakjubkannya, ditengah-tengah mendendangkan syairnya, ia lupa dengan syairnya. Walhasil, JM tertawa semua, karena tingkah mas Yanto itu. Setidaknya, dengan cara semacam itu, kita tidak lupa tertawa dan bahagia. Mas Yanto meminta maaf dan berjanji di sesi terakhir akan kembali menampilkan puisinya. [HBA/Redaksi Kalijagan.com]