Wanita yang beruntung adalah wanita yang berhasil menemukan suami yang pertama-tama merasa dirinya adalah sahabat bagi istrinya. Karena hal yang terpenting dalam pernikahan, menurut saya adalah persahabatan. (Dr. Ibtisam al-Basam)
Dalam sejarah dan referensi teks agama banyak sekali yang mencatat bagaimana perbedaan dalam menyikapi antara laki-laki dengan perempuan. Seringkali pernyataan dan kiasan dalam kalimat yang menyudutkan, bahkan menjelek-jelekan wanita. Orang-orang Yunani memandang perempuan sebagai lahirnya perbuatan setan, bahkan wanita juga dijadikan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan. Bangsa Romawi menganggap perempuan sebagai alat bagi setan untuk menggoda dan merusak hati manusia.
Anggapan ini bahkan masih berkembang hingga sekarang, ketika terjadi tindak asusila, perempuan yang menjadi obyek persalahan dan penyebabnya. Karena perempuan adalah penggoda, menggoda dengan kemolekan bentuk tubuh hingga penampilan pakaian yang membangkitkan nafsu. Anggapan wanita sebagai penggoda juga tampak dalam cerita Adam yang diturunkan dari surga karena wanita, Hawa. Undang undang romawi juga tidak memberikan hak untuk hidup kepada sebagian wanita. Dalam kebudayaan India dahulu, wanita tidak berhak hidup ketika suaminya telah mati, wanita harus dibakar hidup-hidup bersamaan dengan dibakarnya jenazah suaminya.
Agama selama ini banyak dituduh sebagai sumber diskriminasi terhadap gender dan tidak memberi kesempatan pada perempuan untuk menunaikan haknya. Syariat dalam Fiqih dianggap banyak membatasi ruang gerak perempuan dan lebih memberikan akses serta keleluasaan terhadap laki-laki. Pada era sekarang dimana persamaan gender sering didengungkan, sering dimunculkan kajian, seminar dan sejenisnya adalah wacana yang sudah lama tertulis dalam Al Qur’an, buku panduan hidup umat Islam.
Faruq Sherif mencatat, setidaknya terdapat kurang lebih 200 ayat Al Quran yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk mengangkat derajat wanita yang tersebar dalam sepuluh surat. Surat tesebut antara lain Al Baqarah, Al Maidah, An Nur, Al Ahzab, Al Mujadilah, Al Mumtahanah, At Tahrim, An Nisa’ dan At Tholaq. Secara ringkas ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa Al Quran tidak membenarkan melakukan muamalah yang menyakiti perempuan, seperti memperjual belikan perempuan, laki-laki gonta-ganti pasangan tidur. Kedua, tidak dibenarkan berhubungan ketika wanita haid. Ketiga, perempuan mempunyai hak untuk mengakhiri pernikahan jika tidak diperlakukan dengan baik oleh suami. Keempat, dalam berkeluarga perempuan diposisikan sebagai patner dan sahabat hidup. Kelima, suami-istri harus bisa menjaga kehormatan satu sama lain. Keenam, seorang perempuan berhak untuk memilih pasangannya. Ketujuh, perempuan mempunyai hak untuk merawat dan memelihara anak-anaknya, baik dalam pernikahan maupun seusai perceraian. Terakhir, wanita berhak mendapatkan warisan dan mentasyarufkan hartanya.
Praktik memuliakan dan menghargai wanita ini sangat jelas dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad. Beliau benar-benar tahu bagaimana cara memuliakan perempuan sebagaimana yang tertulis dalam Al Qur’an. Istri-istri dan para sahabat wanita diberi kesempatan yang luas untuk berdialog dan berkonsultasi dengan Nabi. Tidak heran jika salah satu istri Nabi, Aisyah diriwayatkan sepeninggal Nabi sebagai perempuan yang alim. Aisyah sebagai tempat bertanya dan mencari solusi tentang masalah-masalah agama, khususnya bagi para perempuan. Ia salah satu perempuan yang mengetahui dan memahami Al Quran dan Hadits. Aisyah bisa kita jadikan contoh tentang hak dan kewajiban seorang perempuan.
Sosok lain yang dapat kita jadikan contoh adalah Rabiah Adawiyyah, seorang sufi perempuan timur tengah di masa tabi’in. Di negeri kita sendiri banyak contohnya, antara lain, RA. Kartini, yang mengajak para perempuan agar tidak buta pengetahuan dan informasi. Cut Nyak Dien, yang rela mengangkat senjata demi kedaulatan bangsa. Ada Nyai Nur Chotijah (pendiri Ponpes putri Denanyar Jombang), Nyai Rahma Al Yunusiyyah di Sumatera Barat, Nyai Fatimah, Nyai Mahmudah Mawardi serta Nyai Khairiyah Hasim yang mengajar santri sebagaimana para Kiai. Ada juga Ibu Novia Kolopaking, yang bersedekah suara menemani suaminya tiap Mbah Nun ngaji bareng bersama masyarakat yang bermacam lapis.
Wanita sosok besar dibalik kuat dan hebatnya seorang lelaki. Maka dari itu selayaknya kita bisa lebih menghormati wanita. Dari rahim seorang wanita juga kita dilahirkan. Dari seorang wanita, bernama ibu, kita mendapatkan madrasah untuk pertama kalinya. Terakhir, Perempuan yang cerdas dan baik pastinya akan melahirkan generasi yang baik.