Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Wage, 4 Januari 2019/ 27 Rabi’ul Akhir 1440 | Al Waktu KasSaif | bagian kedua
Memulai dengan membaca surat Al Insyirah, Gus Haikal menyapa jamaah, Gusti Allah dan Kanjeng Nabi. Agar apa yang disinauni malam itu langsung inisiatif yang berasal dari Allah, bukan dari selainNya. Dari Waktu KasSaif, Gus Haikal memaparkan bahwa ada banyak aspek, yakni waktu, pedang dan perbuatan. Perlahan, beliau merinci aspek-aspek tersebut. “Sebagaimana hadits, ada dua hal yang jarang disyukuri manusia, yakni sehat dan waktu yang senggang.” singgungnya kemudian.
Mengenai waktu, ada juga hadits mengenai lima perkara. Manfaatkan waktu mudamu sebelum waktu tuamu. Manfaatkan waktu senggangmu sebelum waktu sempitmu. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum sakitmu. Manfaatkan waktu mampumu sebelum waktu fakirmu. Dan banyak yang mesti kita manfaatkan. Semakin bermanfaat, semakin kita berpeluang memanfaatkan umur dalam amal shaleh. Sebagaimana Allah singgung dalam Surat Al ‘Asr, sesungguhnya manusia itu merugi, kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh. Begitulah yang disinggung Gus Haikal malam itu.
“Amal shaleh itu misal gaweane potokopian, mulai dari A sampai Z soal potokopian itu harus tahu bahwa apa yang kamu lakukan tidak melanggar syariat.” jelasnya mengenai amal shaleh. “Wa tawa shaubil haq, wa tawa shaubis shobr itu adalah kelengkapannya.” tambah Gus Haikal. Bahwa kelengkapan dari amal shaleh ketika kita mampu menyampaikannya dengan benar dan penuh kesabaran.
Selanjutnya Gus Haikal menuturkan bahwa waktu itu ada hubungannya dengan tanda-tanda. Tanda-tanda itu sangat membantu manusia. Sebagaimana penanda ketika manusia hendak melakukan kewajiban sembahyangannya, lima waktu. Sembahyang sendiri adalah pengingat manusia (dan jin) pada Allah. Tanpa waktu kita keteteran untuk sembahyang.
“Nanti kita akan dimintai pertanggungjawaban, umurmu gawe opo?” tambah Gus Haikal. Oleh sebab itulah pentingnya manusia memuhasabahi/menghitung-hitung apa yang telah diperbuat dan apa yang akan diperbuatnya. “Menurut Imam Ghozali, yang paling dekat itu kematian. Namun yang paling jauh itu masa lalu.” tambahnya sembari tertawa, entah menertawai diri sendiri atau menertawai lainnya. “Yang lalu itu histori, cerita masa lalu. Yang kita lakukan ini (Kalijagan) barokah. Masa depan itu misteri, meh lapo itu misteri.” tambahnya. Kita belajar dari histori dalam langkah yang barokah, agar misteri tidak jauh dari histori yang barokah. Begitulah kiranya cara muhasabah yang disinggungkan Gus Haikal.
Kembali mengenai kematian, beliau mengingatkan kita pada sebuah makalah Arab: bekerjalah seolah-olah engkau hidup selamanya, beribadahlah seolah-olah esok akan mati. Beliau juga menyinggung sikap Sahabat Ali yang membebaskan sahabat-sahabatnya melakukan apa saja, asal melandasinya dengan perenungan mati adalah kepastian. Hal ini sesuai dengan kata Imam Ghozali yang menyatakan bahwa kematian teramat sangat dekat dengan kita. Dari sana kita setidaknya punya gambaran sikap dalam bermuhasabah. Bahwa yang pasti dari misteri adalah kematian. Lalu pertanggungjawaban kita atas waktu apa? Mari kita perlahan mentelusuri lebih dalam. [HBA/ Redaksi Kalijagan.com]