HAMENGKU BUMI
(Mukhadimah Kalijagan Agustus 2019).
Demak masih mengikatkan dirinya pada leluhur. Di bulan Apit, bulan antara Idul Fitri dan Idul Adha manusia Demak menyelenggarakan acara berupa Sedekah Bumi. Acara diselenggarakan berupa Wayangan, Ketoprak, atau pengajian. Ini adalah tanda bahwa manusia Demak berusaha bercengkrama dengan bumi tempatnya bertempat dan berpenghidupan. Bumi juga tumbuhan adalah saudara semakhluk. Sebagaimana sesajen, manusia mengajak bunga kantil, mawar, telon, kopi, teh, air putih, ketan, rokok kretek untuk bareng-bareng manghadap Gusti sang pencipta.
Tradisi Jawa menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X pemimpin itu harus mempunyai yang namanya Tri sakti Brata. Kita hanya akan membahas yang pertama dulu: Rahayuning Bawono Pramubo Ning Waskito yaitu sesungguhnya manusia hidup di alam sejatinya harus rukun dengan alam. Alam adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari urgensi kehidupan manusia. Jika manusia tidak bisa bersahabat, inferioritas terhadap alam, maka siap-siaplah alam yang akan membalas kelakuan manusia. Bumi adalah harapan yang bisa membuat manusia bisa hidup. Bumi bukanlah dikuasai untuk kesejahteraan manusia, tapi bumi harusnya dipelihara demi seimbangnya ekosistem yang ada. (Kurniawan, 2013).
Orang Jawa menyebut tanah dengan siti, akronim dari isine bulu bekti sebagai wujud penghormatan. (Nasruddin Anshoriy Ch dan Sudarsono SH; 2008.
Kalijagan pada edisi Agustus 2019 ini akan belajar tentang bagaimana keseimbangan alam tersebut seperti ysng telah diwariskan oleh leluhur kita: HAMENGKU BUMI.