Mau Memulai_Akhir Seperti Apa?
Bulan Februari mengingatkan saya pada nama seorang artis cantik lawas, yang mungkin bagi anak zaman now tidak pernah mendengar namanya, Feby Febiola (42th). Di akhir tahun 2020 kemarin Mbak Feby divonis kanker dan dengar-dengar dari infotainment memberitakan bahwa Mbak Feby sudah siap mati sebab penyakit yang dideritanya itu.
Wow, ‘siap mati’? ini merupakan 2 kata yang sangat angker di telinga kita, kalau ada yang tanya kepada dirimu, iya kamu, yang baca ocehan saya ini, “apa kamu siap mati? Siap enggak?”
“Jangan ha.. ho.. ha.. ho.. ” (sambil dlongap dlongop)
“siap enggak?”
“Siaaapp!!”
“Tenannn? Yakiinn? Udah punya ‘orang dalam’ di akhirat sana? Yakin amal-amalmu lolos uji iso-akhirat? Enggak perlu akhirat, yaumil hisab, coba bayangin alam kubur aja dulu, yakin enggak digebukin malaikat? Bener?”
Alinea dan dialog sebelumnya adalah paragraf dan kalimat yang provokatif. Kita tahu, semua hal di dunia ini fana, rusak, dan tidak ada yang pasti, tapi kematian adalah suatu kepastian. Tak ada yang abadi, malaikat pun pada saatnya akan fana, dunia seisinya pada saatnya akan musnah berganti alam lain, alam akhirat.
Jasad manusia dari tanah kembali ke tanah, dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :
مِنْها خَلَقْناكُمْ وَفِيها نُعِيدُكُمْ وَمِنْها نُخْرِجُكُمْ تارَةً أُخْرى
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yang lain,” (QS. Thaha ayat 55).
Ada penyakit atau pun tidak, corona ada atau tidak, sehat-sakit, tua-muda, waktu sibuk atau senggangmu, mau sembunyi maupun terang-terangan, ketika tiba waktunya ajal akan menjemputmu. Kematian tidak lihat-lihat siapa, mau presiden, mau rakyat, mau birokrat, konglomerat, bisa jelata. Kematian juga tidak melihat momentum, bisa di jalan, bisa di tempat tidur, bisa waktu kamu main game, waktu di rumah, waktu ceramah, dan tidak lihat-lihat agamamu apa, pokoknya tidak ada kompromi. Hal ini diabadikan oleh Allah dalam Surat An-Nisa ayat 78 :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِندِ اللَّهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِندِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِندِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Artinya:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?”.
Dalam QS. Al-Munafiqun Ayat 11, Allah SWT juga berfirman :
وَلَنۡ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفۡسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُهَاؕ وَاللّٰهُ خَبِيۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ
“Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”
Bagi kita, lalu-sekarang maupun besok, anytime, kesiapan untuk menghadapi kematian ini yang paling urgent, paling penting, paling dan paling menjadi prioritas. Dalam suatu hadist sahabat Sayyidina Umar ibn Khattab, khalifah kedua setelah Sayyidina Abu Bakar al-Shidiq, pernah berkata:
أتيتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عاشرَ عشرةٍ , فقال رجلٌ من الأنصارِ : من أكيَسُ النَّاسِ وأكرمُ النَّاسِ يا رسولَ اللهِ ؟ فقال : أكثرُهم ذِكرًا للموتِ وأشدُّهم استعدادًا له أولئك هم الأكياسُ ذهبوا بشرفِ الدُّنيا وكرامةِ الآخرةِ .
”Bersama sepuluh orang, aku menemui Nabi SAW lalu salah seorang di antara kami bertanya, ‘Siapa orang paling cerdas dan mulia wahai Rasulullah?’
Nabi menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat’.” (hadits riwayat Ibnu Majah).
Kesiapan menghadapi kematian dapat diketahui dari hadist Rasulullah SAW tersebut di atas, yaitu orang yang paling banyak mengingat kematian, paling banyak ingat, eling, kematian itu sendiri, dengan kecerdasannya, orang tersebut lalu mempersiapkannya sebelum ajal datang menjemput. Dan mereka itulah orang yang paling cerdas, mereka yang menggunakan ukuran kesiapan dalam menghadapi mati, bukan pada ukuran duniawi, keunggulan gelar, jabatan, dan harta.
Kalau kamu tak tahu mulai dari mana? Mulailah dengan sering-sering datang ke acara Kalijagan, kita siapkan bersama-sama, kita sinauni bareng-bareng. Barangkali di usia ke-4 Kalijagan ini, kita, dia, kamu, dan mereka dapat memulainya. Sudah tidak banyak waktu dan kesempatan, ‘mereka’ ada dimana-mana. Ini bukan provokasi, peringatan ini adalah suatu yang haq, yang benar, yang harus disampaikan dan didengung-dengungkan terus-menerus. Agar tak lalai dan lupa.
Selamat Milad ke-4 Kalijagan! Semoga masih ada waktu dan barokah yang tersisa. Bismillah, Amin.