Berbeda pandangan, berbeda pemikiran, berbeda pemahaman bahkan berbeda keyakinan bukan suatu masalah sebenarnya. Apalagi kalau perbedaannya hanya sebatas beda gentalo dengan saudaramu, tentu itu fitrah, tidak menjadi suatu masalah. Yang terpenting saling rukun dan toleran satu sama lain.
Bukankah dalam Islam itu terdapat “rukun” Islam. Secara penyusunan frasanya, urutannya sudah jelas dan tentu rukun terlebih dahulu, baru kemudian Islam. Bagaimana bisa dikatakan Islam kalau tidak rukun? Bahkan rukun Islam yang terdiri dari syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji merupakan representasi dari kerukunan. Kenapa bisa begitu? Kapan-kapan nanti kita bahas sambil ngopi, agar engkau bisa merasakan rukunnya sendiri. Atau engkau rasakan rukun itu saat engkau melaksanakan rukun islam itu.
Kerukunan tidak sebatas pada ritual dalam rukun Islam tersebut saja. Ada banyak hal yang dalam keseharian kita adalah sebuah kerukunan yang tidak kita sadari. Misalnya menawarkan sebatang rokok kepada teman itu satu bentuk kerukunan. Mentraktir segelas kopi juga sebuah kerukunan. Membayar upah karyawan itu juga kerukunan Dan semua perbuatan baik merujuk pada kerukunan.
Sampai akhirnya rukun itu menjadi sesuatu yang wajib hukumnya dalam laku sehari-hari hidup kita. Mari rukun, sebelum rukun itu dilarang dan dianggap radikal. Sebab akan melahirkan perkumpulan yang tidak legal menurut undang-undang. Tapi yang lebih radikal adalah engkau yang tetap waras dalam rukun.