Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Wage, 4 Januari 2019/ 27 Rabi’ul Akhir 1440 | Al Waktu KasSaif | bagian ketiga
¶
Masih dengan Gus Haikal yang banyak membicarakan waktu dari berbagai sudut pandang, cara pandang dan resolusi pandangnya. Mengenai waktu, dahulu kala waktu yang diberikan Allah kepada para utusannya itu beragam. Ada yang panjang usianya, ada yang pendek usianya. Sebagaimana Nabi Adam yang diberi jatah waktu selama 1.000 tahun. “Umur Nabi Idris mungkin 800, umur nabi Nuh mungkin 950 dan terus-terus (menyusut) sampai umatnya Nabi Muhammad pendek-pendek, 60 tahun, 70 tahun. Sing podo Kanjeng Nabi yo 63 tahun.” jelasnya menggambarkan grafik menurunnya waktu yang diberikan Allah pada manusia dari waktu ke waktu. Begitu juga grafik tinggi badan dan berat badan yang juga mengalami penyusutan.
Sebelum Gus Haikal dan Rebana Tanbihun, ada jamaah yang tidak menyebutkan namanya, sedikit urun pertanyaan. Di Maiyah, nama menjadi hal kesekian setelah produk karya dan output perilakunya. Dan yang dilakukan oleh orang Maiyah adalah sesuatu yang mengusung kebersamaan dan kemesraan dalam frekuensi cinta atas Allah dan Muhammad. “Tanglet mengenai nopo kui, waktu pada saat ini. Soalnya pada masa-masa saat ini masih terjadi bencana dimana-mana. Apakah itu tanda-tanda orang beriman sudah berkurang atau bagaimana? Sampun semanten.” tutur tanyanya dengan sedikit terbata dan suara yang pelan. Hal itu adalah anugerah bagi Kalijagan, sebab sebagai seorang jamaah yang pertama kali ikut maiyahan, sudah menggulirkan persoalan yang amat berbobot dari sudut pandang keilmuan untuk kita sinauni bersama.
Pertanyaan itulah yang mungkin secara tidak langsung bertautan dengan apa yang disampaikan Gus Haikal selanjutnya. “Aku kira-kira wis kenal awakku, wis kenal Gusti Allah durung. Wis kenal nabiku op durung. Wis kenal malaikat opo durung. Wis kenal cewek opo durung.” tuturnya yang disertai tawa dalam menjelaskan metode bermuhasabah. “Meh golek bojo, ora tau kenal cewek, kepiye? Ora tau gelem nyedak Gusti Allah, meh kenal Gusti Allah, piye? Yo angel. Ora tau delok atine dewe, ra tau delok koco, mengaca, muhasabah. Meh kenal awake dewe yo angel.” lanjutnya menjelaskan bagaimana pentingnya mengenal diri sendiri, agar tiap ada pertanyaan dan persoalan dalam diri, kita sanggup menjawabnya. Asalkan kita mau mengenali diri. Itulah mengapa iman menjadi sangat penting bagi manusia.
“Sibuke piye carane sesuk aku entuk duit sakmene, entuk duit sakmene, duit-duit-duit. Wektu sakmene, entuk duit sakmene, wektu sakmene entuk duit sakmene, duit-duit-duit.” sindirnya entah pada siapa yang dalam muhasabah hidupnya hanya menghitung-hitung materi saja. Tanpa berusaha mengenal diri, mengenal siapa sebenarnya kita. Hal itu sudah dididik oleh kurikulum pendidikan, oleh televisi, oleh lingkungan kita, oleh keluarga kita. “Aku sesok kiro-kiro iso koyok bos google opo ora. Bos microsoft opo ora. Bos facebook opo ora?” sentilnya mengenai bagaimana saat kita ingin menjadi to be sesuatu yang urusannya adalah material.
Oleh sebabnya Gus Haikal sejak awal menceritakan hal-hal yang terjadi di masa lampau oleh para leluhur: para nabi, para rasul, para wali dan para sesepuh kita. Agar dari waktunya, peristiwanya kita mampu bercermin, bermuhasabah mengenai peristiwa-peristiwa yang telah mereka alami untuk ditautkan dengan yang kita alami. Sebab dunia ini membutuhkan waktu, yang terus berjalan sampai kiamat nanti. Begitupun jasad yang akan hancur ditelan oleh waktu. Kecuali ruh dan nilai yang tidak akan mati, meski waktu (yang juga makhluk) mati kelak.
Begitu kiranya yang disampaikan Gus Haikal malam itu. Selanjutnya Rebana Tanbihun mengajak sinau dengan bahasa lirik dan nada dalam satu nomor sholawat. “Shollu ‘ala Khoiril Anam, Al Musthfa badri tamam. Shollu ‘alaihi wa sallimu, isyfa’lana yauma ziham.” tutur Rebana Tanbihun. Bersholawatlah atas sebaik-baiknya manusia, yang terpilih bagai purnama. Sholawatlah dan salamlah padaNya, ditolonglah kita di hari kebangkitan. Begitu kiranya arti lirik reff yang dituturkan Rebana Tanbihun mengajak kita bermuhasabah dengan akal sehat, iman yang kuat dan sejarah yang tak pernah putus. Nada yang disampaikan pun benar-benar membantu peresapan muhasabah Jamaah Kalijagan malam itu. [HBA/ Redaksi Kalijagan.com]