Jika kamu menyaksikan lambang kabupaten Demak maka kamu akan melihat layar kapal gagah membentang. Itu adalah kapal Pati Unus saat melawan Portugis. Melalui kapal itu kita diingatkan bahwa Demak adalah daerah yang turut serta melahirkan Indonesia. Kepahlawanan Pati Unus sebanding dengan Cut Nyak Din, Patimura, dan pahlawan nasional lainnya.
Pati Unus atau Adipati Unus, julukannya adalah Pangeran Sabrang Lor karena melewati laut utara dengan 375 armada kapal menyerang Postugis yang menguasai Malaka. Kapal-kapal itu pasokan dari Gowa Makassar, sedangkan Palembang memasok pasukan. Melihat ini kita bisa menyaksikan posisi Demak di tengah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Ia gugur dalam misinya itu. Ia adalah Sultan Demak kedua, menggantikan ayahnya, Raden Fatah. Ia hanya memimpin sebentar di Demak kemudian digantikan oleh Sultan Trenggono. Ada yang berpendapat bahwa Pati Unus adalah putra menantu Raden Fatah, tetapi saya menyangsikan itu, posisi putra mahkota biasanya jatuh ke anak laki-laki tertua, bukan menantu.
Untuk mengingat kepahlawanan Pati Unus, dulu dibuat sebuah replika kapal di pojokkan di depan Masjid Agung Demak. Namun entah atas alasan apa replika kapal itu tidak diganti yang lebih besar, lebih bagus malah dihilangkan. Mungkin alasannya tidak tahu, bukan ingin mengecilkan perjuangan para pendahulu Demak yang gagah berani mengarungi samudra utara.
Jalan yang ditempuh oleh Pati Unus adalah jalan pedang, ia tidak menempuh jalan kompromi. Ia tahu Portugis dan penjajah dari Eropa pada waktu itu jika dibiarkan tumbuh akan meluas dan menggrogoti wilayah-wilayah Nusantara. Langkah berani lain yang patut dicatat dan digaris bawahi adalah Pati Unus memimpin sendiri pasukan gabungan yang terdiri atas Demak, Banten, Cirebon, Palembang, dan Makassar. Akhirnya sang raja ke dua Demak itu gugur di medan perang. Setelah itu kepemimpinan Demak beralih ke Trenggono, adik beliau. Misi internasional Demak berakhir karena Sultan Demak ke tiga itu lebih masuk ke dalam.
Kekalahan Pati Unus ini mengubah sejarah Nusantara berikutnya, termasuk Indonesia. Kita lebih masuk ke dalam, laut menjadi pemisah bukan lagi menjadi penghubung.
Kitalah yang harus merawat ingatan orang Indonesia terhadap perjuangan Pati Unus. Semoga saja tulisan ini menginspirasi pemerintah Demak untuk membangun replika kapal Pati Unus, menginspirasi bagi pelukis, seniman untuk memfisualkan Pati Unus dalam bentuk apa saja. Jadi ketika festival atau karnaval duselenggarakan tidak monoton itu-itu saja.
Langkah kecil yang dilakukan oleh Kalijagan adalah membuat desain kaos dengan gambar Kapal Pati Unus. Kita lanjutkan pembahasan tentang Pati Unus selasa depan.